Background

STIE Aspek teknis dalam SKB

Aspek Teknis dan Operasi dalam Studi Kelayakan Bisnis

A.          Penentuan Lokasi Usaha

Pemilihan lokasi merupakan unsur pertama yang mandapat sorotan, karena itu adalah tempat dimana produksi itu akan berlangsung. Kesalahan dalam memilih lokasi banyak membawa implikasi negative dari proses secara keseluruhan. Misalnya, suatu produk /jasa yang layaknya diproduksi dekat dengan pusat sumber bahan baku, tetapi didirikan justru dekat dengan pasar, akibatnya jelas bahwa proses produksi akan terbebani biaya angkut yang tinggi, karena biaya tinggi maka harga jual kurang kompetitif. Kondisi ini akan menjadi lebih serius jika dipasar sasaran itu banyak pesaing yang juga menawarkan barang yang sama dengan produk/jasa yang dihasilkan. Pemilihan lokasi yang kurang cermat juga dapat berdampak lain, seperti adanya kerawanan social, alam dan pengaruh buruk dari lingkungan. Guna menghindar dari semua kemungkinan buruk itu maka pada saat pemilihan lokasi perlu diadakan studi yang cermat, dan harus dapat merinci semua kemungkinan, baik keunggulan maupun kelemahan dari alternative lokasi yang akan dipilih.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Lokasi[1][1]

Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi yang tepat dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.             Faktor primer
Pertimbangan utama dalam penentuan lokasi pabrik adalah:
·      Letak Pasar
Kebijakan dalam menentukan lokasi usaha/proyek, apakah dekat dengan pasar hasil prosuksi atau dekat dengan bahan baku  harus dipertimbangkan secara teknis dan ekonomis  sehingga kelangsungan dari usaha dapat terjamin. Lokasi usaha yang dekat dengan pasar biasanya mempunyai beberapa keunggulan, antara lain pelayanan terhadap konsumen dapat dilakukan dengan lebih cepat, ongkos angkut dari produk yang dihasilkan relative murah dan volume penjualan dapat ditingkatkan.
Ditinjau dari segi biaya pengangkutan, apabila biaya pengangkutan barang jadi lebih besar dari biaya pengangkutan bahan mentah dalam ukuran yang sama, selayaknya lokasi usaha/proyek yang dekat dengan pasar lebih menguntungkan daripada dekat dengan bahan baku. Seperti pabrik minuman, pabrik yang hasil produksinya lebih cepat rusak/pecah, dan lain sebagainya.
·      Letak sumber bahan baku
Pendirian usaha/proyek yang dekat dengan bahan baku juga mempunyai beberapa keunggulan, antara lain supply bahan mentah dapat menjamin kontinuitas kegiatan usaha, ongkos angkut bahan mentah lebih murah, dan perluasan usaha lebih mudah untuk dilakukan.
Dilihat dari ongkos angkut bahan mentah, apabila jumlah bahan mentah yang diangkut jauh lebih besar daripada bahan jadi sebagai akibat proses produksi, lokasi usaha/proyek yang dekat dengan bahan baku lebih menguntungkan dalam jangka panjang.
Contoh: apabila lokasi pabrik kertas yang berorientasi pada pasar, keadaan ini bisa menyulitkan usaha/proyek tersebut bila diliht dari biaya transportasi maupun kelancaran supply bahan baku yang diangkut jauh lebih besar daripada jumlah barang. Jadi, kedaan ini telah menyebabkan ongkos angkut bahan mentah lebih besar dari barang jadi. Dalam waktu lama kesalahan dalam memilih lokasi akan mempengaruhi aktifitas perusahaan, baik sebagai akibat sulitnya pengadaan transportasi (ongkos angkut bahan mentah yang lebih besar) maupun jauhnya lokasi proyek/ pabrik dengan bahan baku yang tidak menjamin kelancaran supply bahan baku karena pengaruh pengangkutan dan variabel-variabel lainnya.
Berdasarkan pada contoh diatas, dekat tidaknya lokasi usaha dengan pasar atau bahan baku tergantung pada biaya pengangkutan dari bahan mentah dan barang jadi. Semakin kecil peranan ongkos angkut, semakin tidak berpengaruh faktor pasar dan baku dalam menentukan lokasi usaha/ proyek yang direncanakan.
·      Tenaga kerja
Dalam menentukan lokasi usaha atau proyek, supply tenaga kerja juga perlu mendapat perhatian, baik dilihat dari jumlah tenaga kerja maupun kualitas yang diperlukan. Apabila usaha/ proyek yang didirikan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang relative besar (padat karya) sebaiknya lokasi usaha yang didirikan dekat dengan pemukiman penduduk. Demikian pula dengan  usaha-usaha yang memanfaatkan keahlian penduduk setempat, seperti kerajinan kayu, kerajinan ukir, kerajinan logam, dan lain sebagainya.
Supply tenaga kerja yang cukup usaha padat karya pada umumnya merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian, walaupun kualitas dan komposisi tenaga kerja yang tersedia juga amat diperlukan. Untuk gagasan usaha/pabrik yang direncanakan memerlukan pekerja yang mempunyai keahlian(skill) sebaiknya lokasi usaha/proyek tersebut didirikan dekat dengan tenaga kerja yang mempunyai skil karena ada kalanya untuk memindahkan tenaga kerja skil amat sulit untuk dilakukan.
·      Fasilitas pengangkutan
Fasilitas pengangkutan yang tersedia dalam pemilihan lokasi perlu menjadi perhatian dalam penyusun studi kelayakan, karena masalah pengangkutan merupakan masalah dalam  pengangkutan bahan mentah, barang jadi, maupun tenaga kerja.
Jenis alat angkut yang sering digunakan dalam kegiatan ini antara lain kereta api, truk, angkutan air, dan pengangkutan melalui udara. Apabila barang yang diangkut dalam jumlah yang relative besar, sedapat mungkin lokasi usaha/proyek yang didirikan dekat dengan jalur kereta api karena biaya angkut dengan kereta api relative murah.
Pendirian usaha/proyek yang tidak mempunyai fasilitas angkutan terpaksa membangun jalan-jalan baru yang memerlukan investasi yang cukup besar dan kesemuanya ini merupakan beban dari proyek/kegiatan usaha yang direncanakan. Besarnya biaya transportasi yang yang dikeluarkan akan berpengaruh terhadap harga pokok produksi dan keadaan ini bisa menyebabkan gagasan usaha/proyek yang direncanakan tidak flesible untuk dikerjakan.
·      Fasilitas tenaga kerja dan listrik
Secara teknis apabila usaha/proyek yang direncanakan memerlukan fasilitas listrik dalam kegiatan produksi, tentu dalam penyusuna studi kelayakan dalam perhitungan lokasi proyek (pabrik) perlu mendapat perhatian, terutama ada tidaknya tenaga listrik yang tersedia. Tenaga lisrik yang telah ada seperti PLN biayanya lebih murah dibanding dengan membangun tenaga listrik tersendiri. Kalau dilokasi proyek tidak tersedia fasilitas listrik, usahakan lokasi proyek yang didirikan dekat dengan pembangkit tenaga listrik seperti adanya air tejun yang memungkinkan pembangunan tenaga listrik  ditempat tersebut.
Demikian pula dengan air, apabila usaha/proyek yang didirikan dalam proses produksi memerlikan air, baik sebagai tenaga penggerak maupun dalam proses produksi maka lokasi proyek/pabrik harus dekat dengan air.

1.            Metode Penilaian Hasil
Metode ini dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap semua faktor yang dianggap penting dalam penentuan lokasi dan diberikan bobot penilaian. Lokasi yang memiliki nilai yang tertinggi dianggap yang terbaik untuk dipilih. Lihat  contoh berikut:

Table 1.1 Faktor-faktor Yang Dinilai dalam Pemilihan Lokasi[2][2]

No.
Kebutuhan Pabrik
Nilai
Lokasi
Ideal
Lokasi
A
Lokasi
B
Lokasi
C
1.
Pasar
20
19
20
18
2.
Pengangkutan
25
24
20
23
3.
Bahan Baku
25
23
21
22
4.
Tenaga Kerja
10
7
9
8
5.
Fasilitas Listrik
15
12
15
10
6.
Iklim
5
4
3
5
Jumlah
100
89
88
86

Penilaian ini menunjukkan bahwa lokasi A merupakan lokasi yang terbaik diantara keempat lokasi yang dipertimbangkan.

2.            Metode Perbandingan Biaya
Pemilihan lokasi dengan menggunakan  metode perbandingan biaya dimaksudkan untuk memilih biaya terendah dari beberapa lokasi yang memungkinkan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan biaya terendah antara lain biaya bahan baku, biaya bahan bakar, serta biaya proses produksi seperti biaya tenaga kerja dan biaya laboratorium bila diperlukan. Selain dari biaya-biaya di atas perlu juga diperhitungkan biaya lainnya seperti biaya administrasi, asuransi, pajak, bunga bank, biaya pengepakan, biaya penjualan, dan biaya pengankutan.
Cara penilaian ini dapat dilakukan terhadap sejumlah produk atau jumlah produksi per bulan dalam jumlah yang sama pada setiap lokasi yang memungkinkan. Alternatife yang diambil adalah lokasi yang mempunyai total biaya yang terendah dari beberapa lokasi yang dipertimbangkan.


















Tabel 1.2  Pemilihan Lokasi Berdasarkan Penilaian Biaya[3][3]

Jenis Biaya Yang Dinilai
Lokasi
A
B
C
Bahan Baku (harga)
Power (listrik)
Biaya Operasi:
·         Tenaga kerja dan supervisi
·         Bengkel reparasi
Biaya Lain-lain:
·         Biaya administrasi
·         Asuransi
·         Pajak
·         Bunga pinjaman
·         Biaya pengepakan
·         Biaya penjualan
·         Biaya transport ke pasar
Rp 50
15

20
10

5
5
4
3
4
5
5
Rp 40
15

15
10

8
5
4
3
4
7
8
Rp 35
20

20
15

10
5
4
3
4
10
15
Jumlah
Rp 126
Rp 119
Rp 141

Hasil penilaian berdasarkan perkiraan biaya, lokasi B yang paling kecil biayanya dan merupakan lokasi yang terbaik di antara alternative lokasi yang dinilai.

3.            Metode analisis ekonomi
Metode ini mempertimbangkan hasil analisis biaya ditambah dengan faktor intangibles yang relevan. Penilaian didasarkan pada penilaian kuantitatif dan kualitatif. Contoh pada Tabel 1.3 memperlihatkan bahwa bagian atas merupakan rincian biaya operasional secara kuantitatif. Masing-masing daerah menunjukkan nilai yang berbeda, dan yang akan dipilih adalah didasarkan pada pertimbangan, bukan saja semata-mata melihat dari rendahnya total biaya operasional, tetapi juga penting untuk melihat secara keseluruhan, yaitu nilai dari seluruh hasil analisis ekonomi, yang memasukkan penilaian berdasarkan nilai-nilai non ekonomi, yaitu yang bersifat intangible yang tidak dapat dihargai dengan uang, tetapi mempunyai nilai yang dapat mempengaruhi penerimaan dari usaha atau dengan kata lain dapat menambah biaya  usaha sebagai dampak dari lingkungan di mana usaha tersebut didirikan.









Tabel 1.3 Pemilihan Berdasarkan Nilai Ekonomi

Unsur Yang Dinilai
Kota A
Kota B
Kota C
Biaya Sewa
20.000
10.000
10.000
Penilaian kuantitatif
Biaya Tenaga Kerja
135.000
130.000
160.000
Penilaian kuantitatif
Biaya Pengangkutan
81.000
64.000
28.000
Penilaian kuantitatif
Pajak
0
3.500
2.000
Penilaian kuantitatif
Listrik
6.000
6.000
6.000
Total biaya operasi
242.000
213.000
206.000
Sikap masyarakat
Acuh tak acuh
Menghendaki
usaha ini
Acuh tak acuh
Penilaian kualitatif
Perumahan
dan lain-lain
Sangat baik
cukup
kurang
Penilaian kualitatif

Berdasarkan Tabel 1.3, yang dipilih adalah kota B, walaupun dari segi biaya kota B lebih tinggi dari kota C, tetapi dari nilai keseluruhan (analisis ekonominya) justru kota B membawa nilai positif.

B.           Penentuan Luas Produksi [4][4]

Penentuan luas produksi adalah berkaitan dengan beberapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas produksi dan peralatan yang dimiliki serta biaya yang paling efesien. Luas produksi dapat dilihat dari segi ekonomis dan segi teknis. Dari segi ekonomis yang dilihat adalah beberapa jumlah produk yang dihasilkan  dalam waktu tertentu dengan biaya yang paling  efesien. Sedangkan dari segi teknisnya yang dilihat adalah jumlah produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan mesin dan peralatan serta persyaratan teknis.
Secara umum luas produksi ekonomis ditentukan antara lain oleh:
1.            Kecenderungan permintaan yang akan datang.
2.            Kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja, dan lain-lain.
3.            Tersedianya teknologi, mesin dan peralatan pasar.
4.            Daur hidup produk, dan produk subtitusi dari produk tersebut.

Untuk menentukan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan optimal diperlukan suatu peritungan yang teliti dan dalam hal ini dapat dugunakan beberapa pendekatan, antara lain:
1.            Penekatan konep marginal revenu dan marginal cost.
2.            Pendekatan analisis break even point.
3.            Pendekatan metode linier programming.

C.          Tata Letak (Lay-Out)[5][5]

Lay out merupakan suatu proses dalam penentuan bentuk dan penempatan fasilitas yang dapat menentukan efisiensi produksi/operasi. Lay-out dirancang berkenaan dengan produk, proses, sumber daya manusia dan lokasi sehingga dapat tercapai efisiensi operasi.

Dengan adanya lay-out akan diperoleh berbagai keuntungan antara lain:
1.            Memberikan ruang gerak yang memadai untuk beraktifitas dan pemeliharaan.
2.            Pemakaian ruangan yang efisien.
3.            Mengurangi biaya produksi maupun investasi.
4.            Aliran material menjadi lancar.
5.            Biaya pengangkutan material dan barang jadi yang rendah.
6.            Kebutuhan persediaan yang rendah.
7.            Memberikan kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja yang lebih baik.

Pada umumnya jenis lay-out didasarkan pada situasi sebagai berikut:
a.             Posisi Tetap (fixed position)
Lay-out jenis ini ditujukan pada proyek yang karena ukuran, bentuk atau hal-hal lain yang menyebabkan tidak mungkinvuntk memindahkan produknya. Jadi produk tetap ditempat sedangkan peralatan dan tenaga kerja yang mendatangi produk. Contohnya gedung, pembuatan kapal.
b.            Orientasi Proses (process Oriented)
Lay-out jenis ini didasarkan pada proses produksi barang atau pelayana jasa. Lay-out jenis ini dapat secara bersamaan menangani suatu produk atas jasa yang berbeda. Contohnya rumah sakit. Proses lay-out (fungtional lay-out), merupakan jenis lay-out dengan menempatkan mesin-mesin atau peralatan yang sejenis atau mempunyai fungsi yang sama dalam suatu kelompok atau satu ruangan. Contohnya untuk industry tekstil semua mesin pemotong dikelompokkan dalam satu area atau semua mesin jahit dikelompokkan dalm satu area.
c.             Tata Letak Kantor(office lay-out)
Lay-out jenis ini berkaitan dengan posisi pekerja, peralatan kerja,tempat yang diperuntukkan untuk perpindahan informasi. Jika perpindahan informasi semuanya diselesaikan dengan telepon/alat telekomunikasi, masalah lay-out akan sangat mudah. Jika perpindahan orang dan dokumen dilakukan secara alamiah lay-out perlu dipertimbangkandengan matang.
d.            Tata letak pedagang eceran/pelayanan (retail and service Lay-Out)
Yaitu lay-out yang berkenaan dengan pengaturan dan lokasi tempat serta arus bermacam produk atau barang agar lebih banyak barang yang dapat dipajang sehingga lebih besar penjualannya.
e.             Tata Letak Gudang (warehouse Lay-Out)
Lay-out ini ditujukan pada efisiensi biaya penanganan gudang dan memaksimalkan dan memaksimalkan pemanfaatan ruangan gudang. Tujuannya untuk memperoleh optimum trade-off antara biaya penanganan dan ruang-ruang gudang.
f.             Tata Letak Produk (Product Lay-Out)
Lay-out ini jenis ini mencari pemanaatan personal dan mesin yang terbaik dalam produksi yang berulang-ulang dan berlanjut atau kontinyu. Lay-out ini cocok apabila proses produksinya telah distandarisasikan serta diproduksi dalam jumlah yang besar. Setiap produk akan melewati tahapan operasi yang sama dari  awal sampai akhir. Contohnya perakitan mobil.
Untuk memperoleh lay-out yang baik maka perusahaan perlu menentukan hal-hal berikut:
1.            Kapasitas dan tempat yang dibutuhkan.
Dengan mengetahui tentang pekerja, mesin dan peralatan yang dibutuhkan, maka kita dapat menentukan lay-out dan penyediaan tempat atau ruangan untuk setiap komponen tersebut.
2.            Peralatan untuk menangani material atau bahan.
Alat yang digunakan juga sangat tergantung pada jenis material atau bahan ynag dipakai, misalnya Derek dan kereta otomatis untuk memindahkan bahan.
3.            Lingkungan dan estetika.
Keleluasan dan kenyamanan tempat kerja juga mendasari keputusan tentang lay-out. Seperti jendela, sirkulasi ruang udara.
4.            Arus informasi.
Pertimbangan tentang cara terbaik untuk memindahkan informasi atau melakukan komunikasi perlu juga dibuat.
5.            Biaya perpindahan antara tempat kerja yang berbeda.
Pertimbangan disini lebih ditekankan pada tingkat kesulitan pemindahan alat dan bahan.

D.          Pemilihan Teknologi

Pemilihan teknologi bisa mempengaruhi keberhasilan suatu proyek. Misalnya teknologi yang bagaimana yang sebaiknya diterapkan dari dalam proyek.
Hal-hal yang perlu diperhatkan dalam pemilihan teknologi antara lain:[6][6]
1.            Ketepatan teknologi dengan bahan bakunya.
2.            Kebrhasilan teknologi ditempat lain.
3.            Pertimbangan teknologi lanjutan.
4.            Besarnya biaya investasi dan biaya pemeliharaan.
5.            Kemampuan tenaga kerja dan kemungkinan pengembangannya.
6.            Petimbangan pemerintah dalam hal tenaga kerja.

Proyek baru sering direncanakan menggunakan teknoligi yang terbaru pula dalam arti menggunakan proses yang terbaru dengan mesin dan peralatan terbaru pula. Hal ini banyak terdapat di Negara industry. Sedangkan di Negara berkembang sulit untuk menerapkan teknoligi industry terbaru, tetapi tidak akan berhasil jika mengggunakan teknolohi yang terlalu jauh ketinggalan. Penerapan teknologi terbaru sangat beresiko karena membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk memodifikasi produk agar sesuai dengan hasil yang diinginkan dan tidak jarang mengalami kegagalan dalam pemasaran sehingga mengalami kerugian yang tidak sedikit. Oleh karena itu, terdapat working rule bahwa sebaiknya proyek-proyek industri dinegara berkembang menghindari teknologi baru yang belum terbukti keberhasilannya dipasar selam beberapa waktu, paling sedikit satu tahun.
Sebaliknya, proyek-proyek di Negara berkembng sebiknya   menghindari teknologi usang atau teknologi yang sedang menuju kadarluarsa. Penerapan teknologi usang akan brakibat terhadap invstasi proyek yang bersangkutan secara keseluruhan, terutama jika terdapat teknologi yang lebih baru yang mulai memasyarakat. Artinya, proyek tersebut akan mengalami kesulitan memasarkan produknya karena produk tidak sesuai dengan permintaan konsumen karena selera masyarakat konsumen sudah beralih ke produk yang menggunakan teknologi lebih baru. Atau dilihat dari cara kerjanya tidak efesien lagi sehngga dari segi biay secara total produk tidak bisa bersaing dengan produk lain.
Contoh, untuk menghaislkan produk pupuk NTG (Netrogin Tripel Ganda) dilakuan proses elektrolisis air dengan menggunakan sejumlah besar tenaga listrik, melaikan tenaga minyak atau gas alam. Sebah pabrik sejenis didirikan dengan menggunakan proses produksi yang pertama , yaitu dengan menggunakan listrik. Proses produksi dengan teknologi lama, yaitu dengan menggunakan tenaga listrik berjalan dengan baik dan lancar, tetapi produk yang dihasilkan tidak bisa bersaing (dari segi biaya)  dengan produk yang dihasilkan dengan mengguakan teknologi tenaga bkan listrik. Artinya, produ yang dihsilkan lebih mahal daripada produk dengan teknologi baru meskipun kulitasny tidak berbeda.[7][7]

E.           Economic Order Quantity (EOQ).[8][8]

Untuk jenis usaha tertentu, permsalahan prsediaan sangat penting untuk dipertimbangkan  dan dianalisis. Salah satu teknis persediaan yang seriing digunakan adalh metode Economic Order Quantity (EOQ).
EOQ merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah. Artinya setiap kali memesan bahan mentah perusahaan dapat menghemat biaya yang akan dikeluarkan.
Hal-hal yang berkaitan dengan EOQ sangat perlu untuk diperhatikan adalah masalah klasifikasi biaya. Pentingya klasifikasi biaya akan memudahkan kita dalam melakukan analisis, sehingga hasil yang akan diperoleh dapt diakui kebenarannya.
Secara umum klasifikasi biaya yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a.             Baya angkut/biaya penyimpanan atau Carrying Cost (CC).
b.            Biaya pemesanan atau Ordering Cost (OC).
c.             Biaya total atau Total Cost (TC).

F.           Reorder Point (ROP)

ROP  merupakan waktu perusahaan akan memesan kembali atau batas waktu pemesanan kembali dengan melihat jumlah minimal persediaan yang ada. Hal ini penting agar jangan sampai kekurangan bahkaan pada saat dibutuhkan. Jumlah pemesanan kembali dihitung dengan probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stock dan dihitung selama tenggang waktu.
Contoh soal:
Mr. Dany setiap hari minum 2 botol susu ynag dikirim oleh pengantar 3 hari setelah Mr. Dany menelepon. Kapan Mr. dan akan menelepon untuk melakukan pemesanan kembali?
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
ROP = D yang diharapkan + SS  selama tenggang waktu (leadtime)
Jawab:
Demand : 2 botol susu sehari
Lead Time : 3 hari
ROP = 2  3 = 6 susu
Mr. Dany harus menelepon kembali apabila minimal stock susu tinggal 6 botol.






[1][1] Ibrahim, Yacob, Studi Kelayakn Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. 1998. Hal .119-121.
[2][2] Ibrahim, Yacob, Studi Kelayakn Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. 122
[3][3] Ibrahim, Yacob, Studi Kelayakn Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. Hal.126.
[4][4] Ibrahim, Yacob, Studi Kelayakn Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. 1998. Hal.123-125
[5][5] Kasmir, Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, Kencana, Jakarta. 2004. Hal.230-223.
[6][6] Kasmir, Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, Kencana, Jakarta. 2004. Hal.234
[7][7] Jumingan, Studi Kelayakan Bisnis, Bumi Aksara, Jakarta. 2009. Hal.304-305.
[8][8] Kasmir, Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, Kencana, Jakarta. Hal. 235-240.

Categories: Share

Leave a Reply